Kamis, 14 April 2011

PROFIL DAN PEMIKIRAN K.H. AHMAD DAHLAN_abdul.com


            PROFIL DAN PEMIKIRAN K.H. AHMAD DAHLAN
   I.    PENDAHULUAN
K.H. Ahmad Dahlan dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil yang mengajarinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. la menunaikan ibadah haji ketika berusia 15 tahun (1883), lalu dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa Arab di Mekkah selama lima tahun. Di sinilah ia berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibn Taimiyah. Buah pemikiran tokoh-tokoh Islam ini mempunyai pengaruh yang besar pada Darwisy. Jiwa dan pemikirannya penuh disemangati oleh aliran pembaharuan ini yang kelak kemudian hari menampilkan eorak keagamaan yang sarna, yaitu melalui Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (keislaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot).
II.    RUMUSAN MASALAH
A.     Profil K.H. Ahmad Dahlan?
B.     Pemikiran K H. Ahmad Dahlan?
 III.    PEMBAHASAN
A.     Profil Ahmad Dahlan
Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir 1 Agustus 1868 diyogyakarta, K H. Ahmad Dahlan adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Beliau adalah putra keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu[1]. Ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa. Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan)[2].
Semenjak kecil, ahmad Dahlan diasuh dan dididik sebagai putera kyai. Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji Al-Qur’an, dan kitab-kitab agama. Pendidikan ini diperoleh langsung dari ayahnya. Menjelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama besar waktu itu. Diantaranya ia K.H. Muhammad Saleh (ilmu fiqh), K.H. Muhsin (ilmu nahwu), K.H. R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfudz dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis), Syekh Amin dan Sayyid Bakri (qira’at Al-Qur’an), serta beberapa guru lainya. Dengan data ini, tak heran jika dalam usia relatif muda, ia telah mampu menguasai berbagai disiplin ilmu keislaman. Ketajaman intelektualitasnya yang tinggi membuat Dahlan selalu merasa tidak puas dengan ilmu yang telah dipelajarinya dan terus berupaya untuk lebih mendalaminya.
Selelah beberapa waktu belajar dengan sejumlah guru, pada tahun 1890 Dahlan berangkat ke Mekkah untuk melanjutkan studinya dan bermukim di sana selama setahun. Merasa tidak puas dengan hasil kunjungannya yang pertama, maka pada tahun 1903, ia. berangkat lagi ke Mekkah dan menetap selama dua tahun. Ketika mukim yang kedua kali ini, ia banyak bertemu dan melakukan muzakkarah dengan sejumlah ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah. Di antara ulama tersebut adalah Syekh Muhammad Khatib al-Minangkabawi, Kiyai Nawawi al-Banteni, Kiyai Mas Abdullah, dan Kiyai Faqih Kembang. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada saat itu  pula, Dahlan mulai berkenalan dengan ide-ide pembaharuan yang dilakukan melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, seperti Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abd al-Wahab, Jamal-al-Din al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan lain sebagainya. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, K.H. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta
Semenjak ayahnya wafat, K.H. Ahmad Dahlan diangkat sebagai pengganti ayahnya menjadi ketib Mesjid Agung Kauman Yogyakarta, karena dianggap memiliki persyaratan yang secara konvensional disepakti dikalangan masyarakat. Setelah menjadi abdi dalem, oleh teman seprofesinya dan para kiai, K.H. Ahmad Dahlan diberi gelar Ketib Amin (khatib yang dapat dipercaya). Disamping jabatan resmi itu, ia juga berdagang tekstil ke Surabaya, Jakarta bahkan sampai ke tanah seberang (Medan). Kendatipun sibuk dengan urusan bisnis, ia tetap menambah ilmu dengan mendatangi ulama serta memperhatikan keadaan umat Islam ditempat yang ia singgahi. Sampai kemudian K.H. Ahmad Dahlan meninggal duni pada tanggal 25 Februari 1923 M./7 Rajab 1340 H. di Kauman Yogyakarta, dalam usia 55 tahun. K.H. Ahmad Dahlan dimakamkan di KarangKajen, Yogyakarta.
B.     Pemikiran Ahmad Dahlan
Pemikiran beliau yang bisa ditemukan secara tertulis sangat minim. Satu diantaranya tulisannya tentang pengajaran agama dalam Suara Muhammadiyah no.2 tahun 1915. Dan pidatonya dalam acara Kongres Al-Islam ke-1 di Cirebon (31 Oktober-3 Nopember 1922). Dan pidato K.H. Dahlan ini merupakan pemikiran seorang ulama yang bervisi jauh ke depan dalam menatap nasib generasi. Pidatonya ini berjudul “Tali Pengikat Hidup Manusia” yang isinya adalah orang itu mesti beragama, dan agama itu pada mulanya bercahaya tapi makin lama makin suram. Padahal yang suram itu bukan agamanya, akan tetapi manusianya. Dalam tulisan berjudul Al-Islam dan Al-Qur’an yang merupakan satu-satunya tulisan Dahlan yang dipublikasikan dinyatakan adanya kekalutan dikalangan umat. Mereka pecah belah dan tidak pernah bersatu. Menurutnya, yang menyebabkan perpecahan itu adalah para pemimpin umat itu dangkal ilmunya, sehingga kalau bermusyawarah mereka selalu bersandar pada hawa nafsu dan tidak dengan ilmu. Dan para pemimpin yang berilmu tidak mengamalkan ilmunya hanya untuk bersombong dan untuk kepentingan sendiri.
Bila menangkap isi ceramahnya yang dikumpulkan muridnya, HR Hadjid, tampak Kiyai Dahlan itu ingin membangun masyarakat yang berjiwa sosial, yang senang berkorban untuk umat manusia. Dalam tafsir 17 Kelompok Ayat Dahlan tampak, bahwa K.H. Ahmad Dahlan sangat kukuh berpegang pada prinsip tauhid sebagai pijakan amal gerakannya. Namun kesalehan manusia (umat Islam) ini menurut KH Dahlan tidak berhenti pada kesalehan ibadah ritual, seperti menjalankan ibadah mahdah. Tapi harus utuh menjadi amal sosial. Itulah yang dimaksud amal saleh. Dengan merujuk antara lain surat Al-Ma’un ayat 1-7,

 |M÷ƒuäur& Ï%©!$# Ü>Éjs3ムÉúïÏe$!$$Î/ ÇÊÈ   šÏ9ºxsù Ï%©!$# íßtƒ zOŠÏKuŠø9$# ÇËÈ   Ÿwur Ùçts 4n?tã ÏQ$yèsÛ ÈûüÅ3ó¡ÏJø9$# ÇÌÈ   ×@÷ƒuqsù šú,Íj#|ÁßJù=Ïj9 ÇÍÈ   tûïÏ%©!$# öNèd `tã öNÍkÍEŸx|¹ tbqèd$y ÇÎÈ   tûïÏ%©!$# öNèd šcrâä!#tãƒ ÇÏÈ   tbqãèuZôJtƒur tbqãã$yJø9$# ÇÐÈ
1. tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,
3. dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin.
4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
6. orang-orang yang berbuat riya
7. dan enggan (menolong dengan) barang berguna.

 K.H. Ahmad Dahlan berpandangan bahwa orang yang sekedar salat secara ritual tapi mengabaikan kepedulian sosial (antara lain ditunjukan terhadap anak yatim dan faqir miskin) itulah hakekat orang yang “lalai” (sahun) dalam salatnya.  dan banyak pula orang-orang melakukan Riya menurut K.H. ahmad dahlan  ialah melakukan sesuatu amal perbuatan tidak untuk mencari keridhaan Allah akan tetapi untuk mencari pujian atau kemasyhuran di masyarakat Sehingga masih terancam dengan neraka wail. Itulah pendusta agama pembohong terhadap Allah pura-pura saleh.
Dari tulisan K.H. Ahmad Dahlan dan pengungkapan HR Hadjid tentang K.H. Ahmad Dahlan, kita dapat menarik kesimpulan bahwa yang dalam menggerakan masyarakat untuk beramal dan berorganisasi K.H. Ahmad Dahlan berpegang pada beberapa prinsip yaitu senantiasa mempertanggungjawabkan tindakan kepada Allah, perlu adanya ikatan persaudaraan berdasarkan kebenaran sejati, perlunya setiap pemimpin menambah terus ilmu sehingga bijaksana dalam mengambil keputusan, ilmu harus diamalkan, perlunya dilakukan perubahan untuk menuju keadaan lebih baik, dan mencontohkan jiwa berkorban. Jadi yang dikembangkan K.H. Ahmad Dahlan bukanlah sistem, tapi etos.
Dengan demikian cita-cita K.H. Ahmad Dahlan adalah ingin menumbuhkan masyarakat Islam. Maksud masyarakat Islam ini, masyarakat yang berkarakter Islam dengan pola sunah Muhammad SAW. Yang menjadi ciri khas gerakan sunah Muhammad SAW ini adalah membangun dan memberdayakan masyarakat. Mendidik masyarakat supaya terjadi perubahan perilaku menjadi berkarakter Islam dengan kesadaran dan ilmu, bukan dengan paksaan atau kekerasan. Sebagaimana yang dijalankan Muhammad SAW (Sunnah). Sehingga ajaran Islam itu bisa dirasakan terasa simpatik, menyenangkan, dan menggembirakan, bukan menimbulkan anti pati, menyusahkan dan menakutkan masyarakat yang belum faham. Karena itulah usaha yang dijalankan K.H. Ahmad Dahlan bukanlah diartikan organisasi, tapi sebagai Gerakan bernama Persyarekatan Muhammadiyah. Muhammadiyah itu sebagai Gerakan Islam artinya yang mendukung pikiran dan ide Muhammadiyah itu sekedar orang-orang yang jadi anggota Muhammadiyah—lazimnya organisasi. Tapi yang mendukung gerakan Muhammadiyah adalah selain anggota, juga yang bukan anggota organisasi Muhammadiyah. Inilah rahasianya kenapa Muhammadiyah itu ide dan amalannya lebih besar dari organisasi Muhammadiyah atau jumlah anggotanya itu sendiri yang menurut catatan resmi tahun 2000, tercatat sekitar 700 ribu orang[3].
Gagasan K.H. Ahmad Dahlan yang terpenting adalah terbentuknya jama’ah Islam, untuk bersama-sama berikhtiar mengamalkan ayat-ayat Al-Qur’an. Menurut pendapatnya fungsi Al-Qur’an sebagai kitab suci tidak hanya untuk dipelajari, apalagi sekedar untuk membaca dan dihafalkan. Oleh karena itu Ahmad Dahlan menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi yang diefektifkan untuk mengkaji Al-Qur’an, sekaligus menjadi tempat bermusyawarah guna menyepakati pengamalannya. Oleh karenannya gerak Muhammadiyah tidak pernah lepas dari tiga amalan tersebut ialah pengkajian Al-Qur’an, Musyawarah, dan amal.
Selain berdagang pada hari-hari tertentu, dia memberikan pengajian agama kepada beberapa kelompok orang, terutama pada kelompok murid Pendidikan Guru Pribumi di Yogyakarta. Dia juga pernah mencoba mendirikan sebuah madrasah dcngan pengantar bahasa Arab di lingkungan Keraton, namun gagal.
Selanjutnya, pada tanggal 1 Desember 1911 M. Ahmad Dahlan mendirikan sebuah Sekolah Dasar di lingkungan Keraton Yogyakarta. Di sekolah ini, pelajaran umum diberikan oleh beberapa guru pribumi berdasarkan sistem pendidikan gubernemen. Sekolah ini barangkali merupakan Sekolah Islam Swasta pertama yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan subsidi pemerintah.
Sumbangan terbesarnya K.H. Ahmad Dahlan, yaitu pada tanggal 18 November 1912 M. mendirikan organisasi sosial keagamaan bersama temannya dari Kauman, seperti Haji Sujak, Haji Fachruddin, haji Tamim, Haji Hisyam, Haji syarkawi, dan Haji Abdul Gani.
Tujuan Muhammadiyah terutama untuk mendalami agama Islam di kalangan anggotanya sendiri dan menyebarkan agama Islam di luar anggota inti. Untuk mencapai tujuan ini, organisasi itu bermaksud mendirikan lembaga pendidikan, mengadakan rapat-rapat dan tabligh yang membicarakan masalah-masalah Islam, mendirikan wakaf dan masjid-masjid serta menerbitkan buku-buku, brosur-brosur, surat kabar dan majalah.
Sebagai jawaban terhadap kondisi pendidikan umat Islam yang tidak bisa merespon tantangan zaman, K.H. Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah melanjutkan model sekolah yang digabungkan dengan sistem pendidikan gubernemen. Ini mengadopsi pendidikan model Barat, karena sistemnya dipandang “yang terbaik” dan disempurnakan dengan penambahan mata pelajaran agama. Dengan kata lain, ia berusaha untuk mengislamkan berbagai segi kehidupan yang tidak Islami. Umat Islam tidak diarahkan kepada pemahaman “agama mistis” melainkan menghadapi dunia secara realitis.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan surat ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. izin itu hanya berlaku untuk daerah Yokyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srakandan, Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah di luar Yokyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yokyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama’ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan jama’ah-jama’ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang diantaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awanu alal birri, Ta’ruf Bima kanu wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi.
Sementara itu, usaha-usaha Muhammadiyah bukan hanya bergerak pada bidang pengajaran, tapi juga bidang-bidang lain, terutama sosial umat Islam. Sehubungan dengan itu, Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan mempunyai ciri-ciri khas sebagai berikut[4]:
a.       Muhammadiyah sebagai gerakan Islam.
Muhammadiyah dalam melaksanakan dan memperjuangkan keyakinan dan cita-cita organisasinya berasaskan Islam. Menurut Muhammadiyah, bahwa dengan Islam bisa dijamin kebahagiaan yang hakiki hidup di dunia dan akhirat, material dan spiritual.
b.      Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah.
Untuk mewujudkan keyakinan dan cita-cita Muhammadiyah yang berdasarkan Islam, yaitu amar ma’ruf dan nahi munkar. Dakwah dilakukan menurut cara yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Dakwah Islam dilakukan dengan hikmah, kebijaksanaan, nasehat, ajakan, dan jika perlu dilakukan dengan berdialog.
c.       Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid.
Usaha-usaha yang dirintis dan dilaksanakan menunjukkan bahwa Muhammadiyah selalu berusaha memperbarui dan meningkatkan pemahaman Islam secara rasional sehingga Islam lebih mudah diterima dan dihayati oleh segenap lapisan masyarakat.
d.      Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan,
 lengkaplah ketika pada tahun 1917 M. membentuk bagian khusus wanita yaitu ‘Aisyah. Bagian ini menyelenggarakan tabligh khusus wanita, memberika kursus kewanitaan. Pemeliharaan fakir miskin, serta memberi bantuan kepada orang sakit. Kegiatan Muhammadiyah dengan ‘Aisyah ini berjalan baik, terutama karena banyak orang Islam baik menjadi anggota maupun simpatisan memberikan zakatnya kepada organisasi ini.
Di samping ‘Aisyiah, kegiatan lain dalam bentuk kelembagaan yang berada di bawah organisasi Muhammadiyah ialah (1) PKU (Penolong Kesengsaraan Umum) yang bergerak dalam usaha membantu orang-orang miskin, yatim piatu, korban bencana alam dan mendirikan klinik-klinik kesehatan (2) Hizb AI-Wathan, gerakan kepanduan Muhammadiyah yang dibentuk pada tahun 1917 M. oleh K.H. Ahmad Dahlan (3) Majlis Tarjih, yang bertugas mengeluarkan fatwa terhadap masalah-masalah yang terjadi di masyarakat.
 IV.    ANALISA
Cita-cita K.H. Ahmad Dahlan sebagai ulama cukup tegas, ia ingin memperbaiki masyarakat Indonesia berlandaskan cita-cita Islam. Usaha-usahanya lebih ditujukan untuk hidup beragama. Keyakinannya bahwa untuk membangun masyarakat bangsa haruslah terlebih dahulu di bangun semangat bangsa.
Dengan keuletan yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan, dengan gerakannya yang tidak pernah luput dari amal, kelenturan dan kebijaksaan dalam membawa misinya, telah mampu menempatkan posisi “aman”, baik pada zaman penjajahan maupun pada masa kemerdekaan. Jejak langkah K.H. Ahmad Dahlan senantiasa menitik-beratkan pada pemberantasan dan melawan kebodohan serta keterbelakangan yang senantiasa berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.
Arus dinamika pembaharuan terus mengalir dan bergerak menuju kepada berbagai persoalan kehidupan yang semakin kompleks. Dengan demikian, peranan pendidikan Islam menjadi semakin penting dan strategis untuk senantiasa mendapat perhatian yang serius. Hal ini disebabkan, karean pendidikan merupakan media yang sangat strategis untuk mencerdaskan umat. Melalui media ini, umat akan semakin kritis dan memiliki daya analisa yang tajam dan membaca peta kehidupan masa depannya yang dinamis. Dalam konteks ini, setidaknya pemikiran pendidikan Ahmad Dahlan dapat diletakkan sebagai upaya sekaligus wacana untuk memberikan inspirasi bagi pembentukan dan pembinaan peradaban umat masa depan yang lebih proporsional.
    V.    KESIMPULAN
Ahmad Dahlan lahir di Kauman (Yogyakarta) pada tahun 1968 dan meninggal pada tanggal 25 Februari 1921. Ia berasal dari keluarga yang didaktis dan terkenal alim dalam ilmu agama. Ayahnya bernama K.H. Abu Bakar, seorang imam dan khatib masjid besar KratonYogyakarta. Sementara ibunya bernama Siti Aminah, putri K.H. Ibrahim yang pernah menjabat sebagai penghulu di Kraton Yogyakarta.
Ide pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan mulai disosialisasikan ketika menjabat khatib di Masjid Agung Kesultanan. Salah satunya adalah menggarisi lantai Masjid Besar dengan penggaris miring 241/2 derajat ke Utara. Ketika berusia empat puluh tahun, 1909, Ahmad Dahlan telah membuat terobosan dan strategi dakwah ia memasuki perkumpulan Budi Utomo. Melalui perkumpulan ini, Dahlan berharap dapat memberikan pelajaran agama kepada para anggotanya.
Gerakan pembaruan K.H. Ahmad Dahlan, yang berbeda dengan masyarakat zamannya mempunyai landasan yang kuat, baik dari keilmuan maupun keyakinan Qur’aniyyah guna meluruskan tatanan perilaku keagamaan yang berlandaskan pada sumber aslinya, Al-Qur’an dengan penafsiran yang sesuai dengan akal sehat. Berangkat dari semangat ini, ia menolak taqlid dan mulai tahun 1910 M. penolakannya terhadap taqlid semakin jelas. Akan tetapi ia tidak menyalurkan ide-idenya secara tertulis.
Pada tanggal 1 Desember 1911 M. Ahmad Dahlan mendirikan sebuah Sekolah Dasar di lingkungan Keraton Yogyakarta. Di sekolah ini, pelajaran umum diberikan oleh beberapa guru pribumi berdasarkan sistem pendidikan gubernemen. Sekolah ini barangkali merupakan Sekolah Islam Swasta pertama yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan subsidi pemerintah.
Sumbangan terbesarnya K.H. Ahmad Dahlan, yaitu pada tanggal 18 November 1912 M. mendirikan organisasi sosial keagamaan bersama temannya dari Kauman, seperti Haji Sujak, Haji Fachruddin, haji Tamim, Haji Hisyam, Haji syarkawi, dan Haji Abdul Gani.
Sementara itu, usaha-usaha Muhammadiyah bukan hanya bergerak pada bidang pengajaran, tapi juga bidang-bidang lain, terutama sosial umat Islam. Sehubungan dengan itu, Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan mempunyai ciri-ciri khas sebagai berikut:
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam.
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah.
Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid.
Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan, lengkaplah ketika pada tahun 1917 M. membentuk bagian khusus wanita yaitu ‘Aisyah.
 VI.    PENUTUP
Demikianlah makalah ini saya buat, apabila masih banyak terjadi kesalahan dalam penyusunan makalah ini, maka saya mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif  supaya dalam penyusunan makalah ke depan lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermafaat bagi pemakalah dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
*       Salam, Yunus  Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan. Amal dan perjuangannya. Jakarta: Depot Pengadjaran Muhammadijah, 1968.
*       Kutojo, Sutrisno, Mardanas Safwan. K.H. Ahmad Dahlan : riwayat hidup dan perjuangannya. Bandung: Angkasa, 1991.
*       http://immgunungjati.wordpress.com/2007/11/13/ Rekonstruksi-Pemikiran-KH-Ahmad-Dahlan / di donwload tanggal 14-mei-2010.
*       http://udhiexz.wordpress.com/2009/04/25/ Pemikiran-KH-Ahmad-Dahlan / di donwload tanggal 14-mei-2010.
*        


*       [1] Kutojo, Sutrisno, Mardanas Safwan. K.H. Ahmad Dahlan : riwayat hidup dan perjuangannya. Bandung: Angkasa, 1991.
*       [2] Salam, Yunus  Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan. Amal dan perjuangannya. Jakarta: Depot Pengadjaran Muhammadijah, 1968.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar