Kamis, 14 April 2011

tentang lingkungan


I.            PENDAHULUAN
Alam semesta merupakan karunia yang paling besar terhadap manusia, untuk itu Allah SWT menyuruh manusia untuk memanfaatkannya dengan baik dan kita harus terus bersyukur kepada-Nya. Akan tetapi, pada kenyataanya lain justru terjadi kerusakan di sana sini akibat perbuatan orang-orang munafiq.
Rasulullah SAW menyuruh untuk menanam kembali apa yang rusak dari hutan yang telah ditebang dan dirusak. Rasulullah sendiri memuji perbuatan ini dengan salah satu perbuatan yang terpuji.
Allah SWT telah menciptakan berbagai makhluk di bumi ini. Termasuk tumbuhan yang mana Allah menciptakannya dengan berbagai manfaat. Salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia. Manusia sebagai makhluk Tuhan juga pastinya membutuhkan tumbuhan untuk memenuhi kepentingan mereka. Walaupun hakikatnya mereka adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna, akan tetapi mereka akan tetap membutuhkan tumbuhan tersebut.
Manusia sebagai makhluk sempurna yang dikarunai akal oleh Tuhan sudah seharusnya menggunakan akal mereka untuk segala sesuatu yang baik bagi dirinya dan juga orang lain. Termasuk memelihra tanaman atau pohon demi kelestarian lingkungan hidup mereka. Selain itu kita juga tidak boleh menelantarkan lahan karena lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk sesuatu yang baik.
Dalam makalah ini akan diterangkan lebih jelas mengenai larangan menelantarkan lahan dan perintah untuk penanaman pohon langka berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW.


II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Larangan menelantarkan lahan
B.     Penanaman pohon langka

III.            PEMBAHASAN
A.    Larangan Menelantarkan Lahan
Adapun hadits Nabi Muhammad mengenai larangan menelantarkan lahan adalah sebgai berikut
حديث جابر ابن عبدالله رضى الله عنهما, قال : كانت لرجال منا فصول ار ضين, فقال



Hadits Jabir bin Abdullah r.a. dia berkata: Ada beberapa orang dari kami memounyai simpanan tanah. Lalu mereka bekata: Kami akan sewakan tanah itu (untuk mengelolahnya) dengan sepertiga hasilnya, seperempat, dan sepaerdua. Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa ada memiliki tanah, maka hendaklah ia tanami atau serahkan kepada saudaranya (untuk dimanfaatkan), maka, jika ia enggan,hendaklah ia memperhatikan sendiri memelihara tanah itu”. (HR. Imam Bukhari).

Selain dari hadits di atas di atas, ada juga bersumber dari Abu Hurairah r.a dengan lafazd sebagai berikut:


“Hadits Abi Hurairah r.a. dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: barang siapa ada memiliki tanah maka, hendaklah ia tanami atau serahkan kepada saudaranya atau untuk dimanfaatkan maka jika ia enggan, hendaklah ia memperhatikan sendiri memperhatikan tanah itu”
Antara dua hadits tersebut terdapat persamaan, yaitu masing-masing ditakhrijkan oleh Imam Bukhari. Sedangkan perbedaannya adalah sumber hadits tersebut dari Jabir yang diletakkan dalam kitab Al-Hibbah yang satunya bersumber dari Abu Hurairah dan diletakkan dalam kitab Al-Muzara’ah.
Adapun keterangannya sebagai berikut. Ada dua pendapat yang menjelaskan tentang hadits di atas.
-          Dari ungkapan Nabi SAW dalam hadits di atas yang menganjurkan bagi pemilik tanah hendaklah menanami lahannya atau menyuruh saudaranya (orang lain) untuk menanaminya. Ungkapan ini menngandung pengertian agar manusia jangan membiarkan lingkungan (lahan yang dimiliki) tidak membawa manfaat baginya dan bagi kehidupan secra umum. Memanfaatkan lahan yang kita milki dengan menanaminya dengan tumbuh-tumbuhan yang mendatangkan hasil yang berguna untuk kesejahteraan pemiliknya, maupun bagi kebutuhan  konsumsi orang lain. Hal ini merupakn upaya menciptakan kesejahteraan hidup melalui kepedulian terhadap lingkungannya.
-          Dalam hadits dari Jabir di atas menjelaskan bahwa sebagian para sahabat Nabi SAW memanfaatkan lahan yang mereka miliki dengan menyewakan lahannya kepada petani. Mereka menetapkan sewanya sepertiga atau seperempat atau malahan seperdua dari hasil yang didapat oleh petani. Dengan danya praktek demikian yang dilakukan oleh para sahabat, maka Nabi meresponnya dengan mengeluarkan hadits di atas, yang intinya mengajak sahabat menanami sendiri lahannya atau menyuruh orang lain mengolahnya apabila tidak sanggup mengolahnya sendiri.

Dan dari penjelasan di atas akan mengarah pada permasalahan sewa menyewa. Dan dalam makalah ini tidak membahas masalah tersebut.
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah berpesan kepada ummatnya agar tidak menelantarkan lahan atau tanah kosong. Sebisa mungkin kita harus memanfaatkan lahan tersebut dengan menanaminya agar dapat bermanfaat untuk dirinya dan juga orang lain. Jika tidak kita bisa menyerahkan lahan tersebut kepada orang lain untuk diolah dengan baik.
حديث أبى هريرة رضي الله عنه: أنَ رسول الله صَلَّى اللهُ عليه و سلم، قال: لا يمنع فضل الماء ليمبع به الكلاء. (أخرجه البخارى فى كتابالمشاقة باب من قال إنَ صاحب الماء أحقَ بالماء                                                        
Abu Hurairah berkata bahwa Nabi SAW bersabda, tidak boleh ditahan (ditolak) orang yang meminta kelebihan air, yang akan mengakibatkan tertolaknya kelebihan rumput.” (HR. Al-Bukhari, kitab Al-Masafah, bab: orang yang berkata bahwa pemilik air lebih berhak memiliki air).
Maksud hadits di atas menmgandung arti bahwa kita sebagai umat Islam sudah sepantasnya memanfaatkan tanah yang kosong dengan menanam tanaman yang berguna dan bermanfaat bagi manusia, maupun hewan. Dan kita akan mendapat pahala sedekah dari setiap yang dimakan olehnya.
B.     Penanaman Pohon Langka
Hadits Nabi mengenai penanaman pohon


“Hadits dari Anas r.a dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: seseorang muslim tidaklah menanam sebatang pohon atau menabur benih ke tanah, lalu datang burung atau manusia atau binatang memakan sebagian dari padanya, melainkan apa yang dimakan itu merupakan sedekah”. (HR. Imam Bukhari).

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa mananam pohon sangatlah banyak manfaatnya. Salah satunya adalah untuk kebutuhan makhluk hidup. Dari hadits di atas dapat memberikan contoh bahwa tanaman yang dimanfaatkan atau dimakan manausia dan binatang, maka, tanaman tersebut dapat menjadi pahala sedekah untuk orang yang menanamnya.


IV.            KESIMPULAN
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa menelantarkan lahan dilarang oleh Rasulullah karena tidak akan mendatangkan manfaat selain itu juga memubadzirkan barang yang mana dilarang dalam ajaran Islam. Jika pemilik lahan tidak bisa untuk mengolahnya, maka ia menyerahkan lahannya kepada orang lain untuk diolah orang tersebut dan menjadi barang yang bermanfaat.
Sedangkan hasilnya dapat dibagi menjadi dua. Itu menurut beberapa ulama dan ada pembagiannya menurut pendapat masing-masing ulama. Menanam pohon juga sangat dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya untuk kelestarian hidup di masa depan. Dan juga tetap adanya tumbuh-tumbuhan yang dapat membantu kelangsungan hidup manusia.

V.            PENUTUP
Demikian makalah yang kami buat. Semoga dapat bermanfaat bagi pemakalah khususnya dan bagi pembaca umumnya. Dan pastinya makalah ini terdapat kekurangan, maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.
 
















Dari ketiga hadits di atas dapat disimpulkan bahwa Agama Islam melarang melarang umatnya menelentarakan tanah kosong atau tanah garapan agar terhindar dari tadbir serta mereka harus berbagi air dengan tanah garapan orang lain agar tanahnya dapat dipelihara. Di samping itu agar terhindar dari sifat kikir dan akhirnya dari sini timbul rasa senasib, rasa satu kesatuan, tenggang rasa, diantara umat Islam sehingga terwujud umat yang makmur dan sejahtera.
 Pujian Terhadap Yang Menanam Pohon Dalam Pelestarian
Ø




- Al-Qur’an Al- Karim
- Muhammad Abdul Aziz al-Khuli, Al-Adabun Nabawi, Semarang: CV. Wijaksana, 1989.
- Salim Banreisy, Tarjamah Riadhus Shalihin, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1978.
- Salim Banreisy, Tarjamah Al-Lu’lu wal Marjan, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2003.

HARTA dan MAL_abdul.com


PENDAHULUAN
Harta merupakan komponen pokok dalam kehidupan manusia, unsur dlaruri yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Dengan harta, manusia dapat memenuhi segala kebutuhannya, baik yang bersifat materi atau immateri. Dalam kerangka memenuhi kebutuhan tersebut, terjadilah hubungan horizontal antarmanusia (mu’amalah), karena pada dasarnya tidak ada manusia yang sempurna dan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, akan tetapi saling membutuhkan dan terkait dengan manusia lainnya.
Dalam konteks tersebut, harta hadir sebagai objek transaksi, harta bisa dijadikan objek dalam transaksi jual beli, sewa-menyewa, partnership (kontrak kerja sama), atau transaksi ekonomi lainnya. Selain itu, dilihat dari karakteristik dasarnya (nature), harta juga bisa dijadikan sebagai objek kepemilikan, kecuali terdapat faktor yang menghalanginya.
Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang harta, meliputi definisi, fungsi, kedudukan, dan pembagian harta.
RUMUSAN MAKALAH
a.       Pengertian harta
b.      Kedudukan harta
c.       Fungsi harta
d.      Pembagian harta
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Harta
Menurut Wahbah Zuhaili, secara linguistik, al-mal atau harta didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat mendatangkan ketenangan, dan bisa dimiliki oleh manusia dengan sebuah upaya (fi’il), baik sesuatu itu berupa dzat (materi) seperti: komputer, kamera digital, hewan ternak, tumbuhan, dan lainnya. Ataupun berupa manfa’at, seperti: kendaraaan, pakaian, ataupun tempat tinggal.[1]
Dalam bahasa Arab disebut al-mal yang berarti condong, cenderung, dan miring. Manusia lebih cenderung ingin memiliki dan menguasai harta.
Adapun harta menurut istilah ahli fiqih terbagi dalam dua pendapat :
1.      Menurut ulama’ Hanafiyah, harta adalah segala sesuatu yang dapat diambil, disimpan, dan dapat dimanfa’atkan.
Menurut defnisi ini, harta memiliki dua unsur:
a.      Harta dapat dikuasai dan dipelihara
Sesuatu yang tidak disimpan atau dipelihara secara nyata, seperti ilmu, kesehatan, kemuliaan, kecerdasan, udara, panas matahari, cahaya bulan, tidak dapat dikatakan harta.
b.      Dapat dimanfaatkan menurut kebiasaan
Segala sesuatu  yang tidak bermanfaat seperti daging bangkai, makanan yang basi, tidak dapat disebut harta, atau bermanfaat, tetapi menurut kebiasaan tidak diperhitungkan manusia, seperti satu biji gandum,setetes air, segenggam tanah, dan lain-lain. Semua itu tidak disebut harta sebab terlalu sedikit sehingga zatnya tidak dapat dimanfaatkan, kecuali kalau disatukan dengan hal lain.

2.      Pendapat Jumhur Ulama Fiqih selain Hanafiyah
Harta adalah segala sesuatu yang bernilai dan mesti rusaknya dengan menguasainya. Dalam artian segala sesuatu yang memiliki nilai, dimana bagi orang yang merusaknya berkewajiban untuk menanggung atau menggantinya. Lebih lanjut Imam Syafi’i mengatakan, al-mal dikhususkan pada sesuatu yang bernilai dan dapat diperjualbelikan dan memiliki konsekuensi bagi seseorang yang merusaknya. Berdasarkan pengertian ini, al-mal haruslah sesuatu yang dapat merefleksikan sebuah nilai finansial, dalam arti ia bisa diukur dengan satuan moneter.[2] 
Pengertian ini merupakan pengertian umum yang dipakai dalam undang-undang modern.Salah satu perbedaan dari definisi yang dikemukakan oleh ulama Hanafiyah dan jumhur ulama adalah benda yang tidak dapat diraba, seperti manfaat. Ulama Hanafiyah memandang bahwa manfaat termasuk sesuatu yang dapat dimiliki, tetapi bukan harta. Adapun menurut ulama selain Hanafiyah, manfaat termasuk harta sebab yang penting adalah manfaatnya dan bukan dzatnya. Pendapat ini lebih umum digunakan oleh kebanyakan manusia.
Manfaat yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah faedah atau kegunaan yang dihasilkan dari benda yang tampak, seperti mendiami rumah atau mengendarai kendaraan.
Ulama’ Hanafiyah sebagaimana memandang manfaat, berpendapat bahwa hak yang dikaitkan dengan harta pun tidak dikatakan harta sebab tidak mungkin menyimpan dan memelihara zatnya. Selain itu, kalaupun hak milikdan manfaat bisa didapatkan, halitu tidak akan lama sebab sifatnya abstrak(maknawi) dan akan hilang sedikit demi sedikit.
Ulama’ selain Hanafiyah berpendapat bahwa hak milik dan manfaat dapat dipandang sebagai harta sebab dapat dikuasai dengan menguasai pokoknya. Selain itu, kemanfaatan adalah maksud dari harta. Jika tidakmemiliki manfaat,manusia tidak mungkin mencari dan mencintai harta.
Perbedaan pendapat diatas berdampak pada perbedaan dalam menetapkan beberapa ketetapan yang berkaitan gengan hukum terutama dalam hal gasab, persewaan dan waris. Dalam persewaan menurut ulama’ Hanafiyah, persewaan berakhir dengan meninggalnya penyewa sebab manfaat bukanlah harta sehingga tidak dapat diwariskan. Menurut ulama’ selain Hanafiyah, persewaan tidak habis dengan meninggalnya penyewa dan dapat ditangguhkan sampai habisnya waktu penyewaan.



B.     Kedudukan Harta

Disebutkan harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani kehidupan didunia ini, sehingga oleh para ulama’ ushul fiqh persoalan harta dimasukkan ke dalam salah satu ad-dharuriyat al-khamsah (lima keperluan pokok), yang terdiri atas ; agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Atas dasar itu, mempertahankan harta dari segala upaya yang dilakukan orang lain dengan cara yang tidak sah, termasuk kedalam kelompok yang mendasar dalam islam.[3]
Sehingga dalam Al-Quran dan Hadist, cukup banyak ayat dan hadist yang  membicarakan harta, serta anjuran untuk berusaha dan memilikinya.

a)      Kedudukan harta dalam Al-Qur’an dan sunnah
a)      Dalam Al-Qur’an
1)      Harta sebagai fitnah seperti di dalam QS. At-Thoghobun ayat 15
!$yJ¯RÎ) öNä3ä9ºuqøBr& ö/ä.ß»s9÷rr&ur ×puZ÷GÏù 4 ª!$#ur ÿ¼çnyYÏã íô_r& ÒOŠÏàtã ÇÊÎÈ
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.

2)      Harta sebagai perhiasan hidup, seperti dalam surat al-kahfi ayat 46.
ãA$yJø9$# tbqãZt6ø9$#ur èpuZƒÎ Ío4quŠysø9$# $u÷R9$# ( àM»uŠÉ)»t7ø9$#ur àM»ysÎ=»¢Á9$# îŽöyz yZÏã y7În/u $\/#uqrO îŽöyzur WxtBr& ÇÍÏÈ
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.

3)      Harta untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai kesenangan, sepert dalam surat al-Imran ayat 41.
tA$s% Éb>u @yèô_$# þÍk< Zptƒ#uä ( tA$s% y7çGtƒ#uä žwr& zOÏk=x6è? }¨$¨Y9$# spsW»n=rO BQ$­ƒr& žwÎ) #YøBu 3 ä.øŒ$#ur y7­/§ #ZŽÏWŸ2 ôxÎm7yur ÄcÓÅ´yèø9$$Î/ ̍»x6ö/M}$#ur ÇÍÊÈ
Berkata Zakariya: "Berilah Aku suatu tanda (bahwa isteriku Telah mengandung)". Allah berfirman: "Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari".

b)      Dalam as-Sunnah
1).  Kecelakaan bagi penghamba pada harta.
2).  Penghambat harta adalah orang terkutuk.
            b)   Anjuran untuk memiliki harta dan giat berusaha
                        Ada beberapa dalil, baik dari al-Qur’an maupun hadis yang dapat dikategorikan sebagai isyarat bagi umat Islamuntuk memiliki kekayaan dan giat dalam berusaha supaya memperoleh kehidupan yang layak dan mampu melaksanakan semua rukun Islam yang hanya diwajibkan bagi umat Islam yang mempunyai harta atau kemampuan darisegi ekonomi. Sementara itu, harta kekayaan tidak mungkin datang sendiri, tetapi hartadicapai melalui usaha. Di antara dalil-dalil tersebut adalah sebagai berikut.
a.       Para Nabi berusaha sendiri untuk bekal hidup
Alloh SWT, menyatakan bahwa para nabi berusaha sendiri tidak menggantungkan kepadaorang lain. Seperti nabi Daud a.s yang diceritakan dalam al Quran:
 ôs)s9ur $oY÷s?#uä yŠ¼ãr#yŠ $¨ZÏB WxôÒsù ( ãA$t7Éf»tƒ Î1Íirr& ¼çmyètB uŽö©Ü9$#ur ( $¨Ys9r&ur çms9 yƒÏptø:$# ÇÊÉÈ Èbr& ö@uHùå$# ;M»tóÎ7»y öÏds%ur Îû ÏŠ÷Žœ£9$# ( (#qè=yJôã$#ur $·sÎ=»|¹ ( ÎoTÎ) $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎ÅÁt/ ÇÊÊÈ

Artinya;
“dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud karunia dari kami.(kami firman), “Hai gunung-gunung dari burung-burung bertasbih berulang-ulang bersama Daud. “dan kami telah melunakkanbesi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yangbesar-besardan ukurlah anyamannya, dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya Aku melihat apayang kamu kerjakan. (QS. Saba’: 10-11)
Dalam al-Quran pun disinggung pulaperihal Nabi Nuh a.s membuat kapal (QS. Hud: 37,38) dan nabi Musa a.s mengembalakan domba selama 20 tahun sebelum diutus menjadi rosul di negeri Madyan. Kita juga mengetahui dari sejarah bahwa nabi Muhammad Saw. Daari kecil sudah mengembalakan domba, kemudian berniaga utuk Siti Khodijah. Padahal mereka adalah para nabi yang suci, bergelar ulul azmi, tetapi mereka berusaha sendiri untuk memenuhi kehidupannya.
b.      Anjuran memanfaatkaan dan memakan rizki Allah SWT
“Dia-lah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu,maka berjalanlah disegala penjuru dan makanlah sebagian rizki-Nya”.
c.       Rosulullah SAW. Menyuruh umatnya untuk bekerja
“Seseorang yang mengambil tali untuk mengikat kayu bakar, kemudian memanggul dipundaknyauntuk dijual kepada manusia, sehingga Allah mencukupinya adalah lebih baik dari pada meminta-minta kepada manusia, yang kemungkinan akan memberinya atau menolaknya.

c).  Fungsi Harta
Fungsi harta bagi manusia sangat banyak. Harta dapat menunjang kegiatan manusia, baik dalam kegiatan yang baik maupun buruk. Oleh kaena itu, manusia selalu berusaha untuk memiliki dan menguasainya. Tidak jarang  dengan memakai beragam cara yang dilarang syara’ dan hukum negara, atau ketetapan yang  disepakati oleh manusia.
            Biasanya cara memperoleh harta, akan berpengaruh terhadap fungsi harta. Seperti orang yang memproleh harta dengan cara mencuri, ia mengfungsikan harta tersebut untuk kesenangan semata, seperti mabuk, bermain wanita, judi dll. Sebaliknya, orang yang mencari harta dengan cara yang halal, biasanya mengfusikan hartanya untuk hal-hal yang bermanfaat.
            Dalam pembahasan ini, akan dikemukakan fungsi harta yangsesuai dengan ketentuan syara’, antara lain untuk:
1.      Kesempurnaan ibadah mahzhah, seperti shalat memerlukan kain untuk menutup aurat.
2.      Memelihara dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT sebagai kefakiran mendekatkan kepada kekufuran
3.      Meneruskan estafeta kehidupan, agar tidak meninggalkan generasi lemah (Qs.An-Nisa’:9)
|·÷uø9ur šúïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz Zp­ƒÍhèŒ $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøŠn=tæ (#qà)­Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´ƒÏy ÇÒÈ
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.


4.       Menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat
5.      Bekal mencari dan mengembangkan ilmu
6.      Keharmonnisan hidup bernegara dan bermasyarakat, seperti orang kaya yang memberikan pekerjaan kepada orang miskin[4]

d.) Pembagian Harta
      Para ulama’ fiqh membagi harta, dilihat dari berbagai segi:
1.      Dilihat dari segi kebolehan pemanfaatannya menurut syara’, harta dibagi menjadi mutaqawwim dan ghoiru mutaqawwim. Yang dimaksud dengan mutaqawwim ini, menurut pengertian pakar fiqh adalah sesuatu yang boleh dimanfaatkan menurut syara’. Sedangkan ghoiru mutaqawwim adalah sesuatu yang tidak boleh dimanfaatkan menurut ketentuan syara’. Seperti babi dan khomar.
Perbedaan kedua bentuk harta ini membawa akibat kepada: (a) ketidakbolehan umat islam menjadikan harta yangtidak halal itu (seperti bangkai, babi, khomar, dan darah) sebagai obyek transaksi;dan (b) bebasnya umat islam dari tuntutan ganti rugi bila mereka merusak atau melenyapkan harta yang tidak halal dimanfaatkan umat islam itu.
2.      Dilihat dari segi jenisnya, harta terbagi atas harta tidak bergerak dan harta bergerak. Contoh harta tidak bergerak adalah tanah, dan rumah sedangkan harta bergerak misalnya barang dagangan (buah-buahan ,bolpen, buku dan pakaian). Akibat hukum dari perbedaan harta dari segi jenisnya ini menurut paraa ulama’ fiqh adalah: (a) berlakunya hak  syuf’ah (hak istimewa yang dimilki seseorang terhadap rumah tetangganya yang akan dijual, agar rumah itu terlebih dahulu ditawarkan kepadanya) dalam harta tidak bergerak; (b) yang boleh diwakafkan, menurut ulama’ Hanafiah, hanya benda tidak bergerak atau benda bergerak yangsudah dipisahkan dari benda tidak bergerak. Akan tetapi, jumhur ulama’ berpendirian bahwa kedua jenis harta ini boleh diwakafkan.
3.      Dilihat dari segi pemanfaatannya, harta terbagi atas harta al-isti’mali dan harta al-istihlaki. Yang dimaksud dengan harta al-isti’mali adalah harta yang apabila digunakan atau dimanfaatkan benda itu tetap utuh, sekalipun manfaatnya sudah banyak digunakan. Sedangkan harta al-istihlaki adalah harta  yang apabila dimanfaatkan berakibat kepada menghabiskan harta itu. Contoh harta al-isti’mali dalah lahan pertanian, rumah,dan buku, sedangkan harta al-istihlaki, misalnya, sabun, pakaian, dan makanan.
4.      Dilihat dari segi ada atau tidaknya harta sejenis di pasaran, para ulama fiqh membaginyan kepada harta yang bersifat al-mitsli (harta yang ada jenisnya di pasaran,yaitu harta yang ditimbang atau ditakar seperti gandum, beras, kapas, dan besi), dan harta yang bersifat al-qimi (yang tidak ada jenis yang sama dalam satuannya di pasaran atau ada jenisnya,tetapi setiap unitnya berbeda dalam kualitasnya,seperti satuan pepohonan,logam mulia dan alat-alat rumah tangga )
5.      Dilihatdari setatus harta,para ulama’fiqih membaginya kepada al-mal al-mamluk,al-mal al-mubahdan al-malal-mahjur.
6.      Harta dilihat dari segi boleh dibagi atau tidak.
7.      Dilihat dari segi berkembang atau tidaknya harta itu,baik hasilnya itu melalui upaya manusia maupun dengan sendirinya berdasarkan ciptaan Allah Swt.
8.      Pembagian lain yang dikemukaan para ulama’ feqih dari harta adalah dari segi pemilihnya.[5]






KESIMPULAN
Harta adalah sesuatu yang dibutuhkan dan di peroleh manusia,baik berupa benda yang tampak seperti mas perak maupun yang tidak tampak yakni manfaat seperti pakaian,tempat tinggal. Sehingga persoalan harta dimasukkan kedalam salah satu lima keperluan pokok yang diatur oleh Al-Qur’an dan as-sunah. Adapun fungsi harta diantaranya kesempurnaan ibadah mahdzah,memelihara dan meningkatkan keimanan dan serta menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat. Sedangkan pembagian harta di bagi menjadi delapan bagian.
PENUTUP
Demikian makalah yang kami buat. Semoga dapat bermanfaat bagi pemakalah khususnya dan bagi pembaca umumnya. Dan pastinya makalah ini terdapat kekurangan, maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.

DAFTAR PUSTAKA
Djuawaini,Din zaudin.pengantar fiqih muammalah.Jogjakarta: Pustaka Pelajar. 2008
Haruen,Nasrun,feqih muamalah,Jakarta: Gaya Media Pratama .2007
Sya’I,Rahmat. Feqih muamalah. Bandung: Pustaka Setia.2001



[1] Din zaudin,Djuwani.pengantar fiqih muammalah.Jogjakarta: Pustaka Pelajar. 2008.hlm 18-20

[3] Rahmat,Syafi’i. Fqih muamalah. Bandung: Pustaka Setia.200. hlm 22

[4] Ibid.hlm 30-32
[5] Nasrun,Harun,feqih muamalah,Jakarta: Gaya Media Pratama .2007.hlm 76-80